Suatu gambaran yang nyata akan situasi menjelang, saat dan sesudah kita dipanggil oleh Allah Swt. Bagaimana sikap kita apakah acuh tak acuh atau mempersiapkan dengan pro aktif. Walaupun bagaimana senantiasa mengucapkan 2 (dua) kalimah syahadat “Ashadualla Laillaha Illah wa ashaduanla Muhamada Rosulullah”.
Beberapa rekan, sahabat, saudara yang terdekat cenderung tidak menunjukkan gejala yang membuat kami cemas, hanya beberapa perilaku membuat kami begitu terkesan terlebih yang meninggal pada suatu kejadian yang tiba-tiba. Dan kejadian itu berulang selalu bersamaan / serupa / mirip lalu dihubung-hubungkan sehingga hal ini yang menjadikan orang menjadi tukang ramal. Bersyukur kepada Allah kami tidak mempraktekkan untuk mempercayai tukang ramal atau berkeinginan menjadi tukang ramal.
Kematian itu membuat kita bertanya-tanya : bagaimanakah kejadian atau jadi saya harus melampaui suatu kematian atau bagaimana cara melalui ini tidak merasakan sesuatu yang menyakitkan. Bila mendengar dari cerita-cerita bahwa itu sangat menyakitkan adalah betul adanya. Saat sudah melalui masa kematian, nanti kita ada dimana dan bagaimana.
Yang paling penting adalah bagaimana kita mewarisi generasi pengganti kita sudah sesuai dengan apa yang kita harapkan, atau bila tidak memiliki keturunan yang kita pertanyakan apakah hidup saya ini sudah bermanfaat untuk kemaslahatan ummat manusia atau hanya sekedar sesuatu yang hanya numpang lewat saja, tidak meninggalkan suatu karya yang bermanfaat bagi ummat manusia. Atau mewarisi suatu penderitaan atau kesedihan kader pengganti kita.
Walau bagaimana didalam benak kita akan mengenang rekan, sahabat atau saudara yang baru saja meninggal mengatakan sekarang si …. , ada dimana ya ? Apakah ia bisa melihat kita ?
Kalau mendengar dari cerita dari orang-orang yang pernah mengalami mati suri atau mengalami koma menceritakan bahwa mereka telah melihat keadaan dirinya sendiri saat rohnya berada diluar tubuhnya, lalu ada yang mati suri dan sudah dikuburkan ternyata bisa bangkit dari kubur.
Lalu pada saat seseorang telah dicabut nyawanya kita akan melihat mukanya ada yang tersenyum, adapula yang ketakutan. Sedangkan untuk para pelaku pembunuhan mereka tidak merasa bahwa yang mereka sudahi, adalah sama seperti mereka mempunyai rasa menderita bila mereka juga kelak meninggalkan fana ini. Atau pelaku pembunuhan itu sudah kehilangan kepekaan rasa kemanusiannya dan mungkin kehilangan dirinya sendiri. Kami memohon kepada yang membaca tulisan ini kenalilah diri kita ini, bila kita disakiti orang sakit, janganlah membalas menyakiti karena itu juga akan membalas lagi perasaan sakit kepada yang lain atau ke kita juga.
Kalau dilihat kematian para syuhada-syuhada yang mendahului kita mulai dari kematian Kulafaur Rasyidin Umar Bin Khattab, Usman Bin Affan dan Ali Bin Abi Thalib, yang dibunuh sadis oleh orang-orang munafik yang telah beragama Islam, hingga kematian Syech Ahmad Yassin pendiri Hamas, yang seorang tua renta sudah buta lagi lumpuh dibunuh dengan rudal Helikopter tempur Israel. Yang sebelumnya dengan kemunafikan melepas dari penjara karena alasan kemanusiaan.
Atau para syuhada yang berjuang membela tanah air Indonesia ini, mungkin sangat sedih bila akhirnya banyak penerusnya sebagai anak bangsa ini ternyata suka korupsi, dengan mengakali bangsanya sendiri hanya demi keuntungan yang tidak seberapa dari pada kejayaan negara kesatuan Republik Indonesia yang besar.
Marilah kita untuk tidak membenarkan diri kita ini secara berlebihan, namun mencarilah kesalahan atas diri kita ini sehingga menjadi manusia yang senantiasa mawas diri terhadap semua yang bakal terjadi, mulai dari yang kecil / sepele apalagi hal-hal yang rumit serta kompleks.
Merencanakan diri kita untuk mencapai suatu kematian atau permasalahan-permasalahan menuju pada suatu kesedihan-kesedihan haruslah kita rencanakan / persiapkan dengan matang agar generasi–generasi penerus ataupun diri kita jangan terperangkap pada sesuatu kekonyolan-kekonyolan yang berulang-ulang terlalu sering kita hadapi.
Banyak kalangan-kalangan muda yang berfantasi dirinya sebagai seorang yang serba kuat, mampu maupun kaya. Yah karena kaya berangan-angan sebagai hewan yang tidak berbuat salah (para penganut seks bebas), yang menyedihkan mereka si miskin juga ikut-ikut berperilaku seperti itu. Atau seperti burung yang bebas terbang, ini semua tidaklah mungkin, kita ini adalah nyata manusia yang kalau mati harus bertanggung jawab terhadap apa yang telah kita kerjakan.
Dan tidaklah mungkin ada tempat bagi orang yang munafik atau sombong terhadap Tuhannya. Semuanya sudah ditetapkan dengan pasti oleh Allah Swt, walaupun dalam semua agama menyatakan kebebasan menganut apa yang menjadi hidayahnya. Namun semua agama pula mengingatkan bila kita menjauhi ajarannya. Dan kini agama sudah terlalu jauh dipermainkan oleh politik, yang fungsinya membenarkan tindakan salahnya.